Wednesday, February 25, 2015
Monday, February 16, 2015
Permohonan Kursus NPQEL
Salam untuk guru semua..
Kursus NPQEL telah dibuka. Sila klik pada pautan ini.
Friday, February 13, 2015
Biografi Almarhum TGNA
Biodata Almarhum Dato’ Bentara Setia Tuan Guru Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat
Nama : Nik Abdul Aziz bin Nik Mat
Tarikh Lahir: 1931
Tempat lahir : Kampung Pulau Melaka,Kelantan.
Pengajian :
1-Pondok Tuan Guru Hj Abbas, Besut
2-Universiti Deoband India
3-Universiti Lahore Pakistan
4-Universiti Al Azhar
5-Sarjana Muda bahasa Arab
6-Sarjana Perundangan Islam
Tuan Guru Dato’ Nik Abdul Aziz Nik Mat dilahirkan dalam sebuah keluarga yang sangat kuat berpegang kepada ajaran Islam di Kampung Pulau Melaka, Kota Bharu, Kelantan pada tahun 1931.
Bapanya, Haji Nik Mat bin Raja Banjar bin Raja Abdullah bin Raja Mamat merupakan keturunan Raja Jembal. Bapanya lebih dikenali dengan panggilan Tuan Guru Nik Mat Alim disebabkan beliau arif dalam ilmu-ilmu agama. Beliau terkenal di Kelantan dalam mengendalikan institusi pengajian pondok di Kampung Kedai Lalat.
Di situlah Nik Abdul Aziz mendapat pendidikan awal bersama ratusan pelajar Islam dari segenap ceruk rantau Asia Tenggara. Sejak kecil beliau mempelajari dan mendalami kitab-kitab agama yang muktabar dari Almarhum ayahandanya serta belajar menulis daripada ibunya Hajah Aminah Majid.
Sewaktu usia 9 tahun, Nik Abdul Aziz dihantar berguru dengan Tuan Guru Haji Abas Mohamad di pondok Madrasah Ittifaqiyah, Jertih, Besut, Terengganu. Tuan Guru menuntut ilmu di situ selama setahun sehingga peperangan Jepun berlaku dan pengajian dihentikan buat seketika.
Pada masa ini juga, Tuan Guru berulang alik ke Kampung Sirih, berguru dengan Tok Khurasan dan belajar dengan Tuan Guru Ali Pulau Pisang dalam mata pelajaran Nahu dan Tuan Guru Dato’ Muhamad Nur Ibrahim (bekas Mufti Kelantan) dalam pelajaran Fekah. Setelah perang tamat Tuan Guru menyambung kembali pelajaran secara formal di Ittifaqiyah.
Walaupun usia Tuan Guru masih muda tetapi beliau dapat menguasai kitab Asmuni (sebuah kitab nahu yang agak tinggi) setanding dengan murid-murid yang lebih tua.
Pada tahun 1945 beliau menyambung pelajaran di Jamek Merbawi Al-Ismaili, Kota Bharu hingga 1952. Beliau menyambung pelajaran ke Universiti Darul Ulum di Deoban, India, mendalami ilmu Fekah, Usul Fekah, Tafsir al-Qur’an, Hadis dan lain-lain.
Ketika di India beliau juga telah berguru dengan Sheik al-Hadith dan guru Tarikat yang terkemuka di India iaitu Maulana Mohamad Ahmad Al-Madani dengan mendapat ijazah. Maulana Mohamad seorang pejuang kemerdekaan India yang pertama dan pernah di penjara semasa penjajahan Inggeris.
Pada 1957 beliau menyambung pelajaran ke Pakistan dalam bidang Tafsir. Pada 1958 menyambung pelajaran di Kuliyatul Lughah di Al-Azhar, Mesir dan memperolehi ijazah sarjana muda dalam jurusan pengajian bahasa Arab kemudian menyambung pelajaran sehingga mendapat ijazah sarjana (M.A) dalam jurusan kehakiman dan perundangan Islam selama 2 tahun. Kemudian beliau mendapat diploma pendidikan di Darul Azhar dan pulang ke tanahair Februari 1962.
Perkhidmatan :
Pada 1962 beliau membuka sekolah dengan menggunakan tanah wakaf yang diberi oleh ibu saudara Hajah Kalthom iaitu Sekolah Menengah Ugama Darul Ulum, Pulau Melaka di sebelah petang dan sebelah pagi beliau berkhidmat di Sekolah Menengah Agama Tarbiatul Mardhiyah, Panchor, Kemumin. Pada sebelah malam beliau menjadi guru dan penyelia di sekolah dewasa selama 2 tahun.
Pada 1 Januari 1964 beliau meletakkan jawatan dan berkhidmat di Ma’had Muhammadi, Jalan Merbau, Kota Bharu.
Tanggal 12 Februari 2015 perginya sebutir mutiara menemui Allah swt untuk selama-lamanya di Pulau Melaka dalam usia 84 tahun. Moga roh arwah dicucuri rahmat.
Sunday, February 8, 2015
8 Perkara Yang Perlu Dielakkan Dalam Mendidik Anak
1. Pernyataan Negatif tentang Diri Anak “Kamu anak nakal!” “Kamu pemalas!” “Kamu anak pelit!” “Kamu anak bodoh!” Contoh pernyataan negatif tersebut dapat menyakiti perasaan anak-anak. Mereka akan menjadi seperti yang orang tua mereka katakan. Sungguh berbahaya, mengingat kata-kata seorang ibu bisa berarti doa untuk anak-anaknya.
Perkatakan hal-hal positif kepada anak. Misalnya jika anak menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu anak bodoh!”; Katakanlah sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak kita?
2. Jangan katakan “Jangan Ganggu, Ibu lagi Sibuk!” Kata-kata tersebut terdengar sangat normal. Seorang ibu sibuk memasak di rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya. Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu! Ayah/Ibu lagi sibuk! ”
Menurut seorang penulis yang juga seorang pelatih bela diri verbal, Suzette Haden Elgin PhD, jika orang tua bertindak seperti itu, anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi. Coba bayangkan, jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.
Jika memang sedang benar-benar sibuk, cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti bermain atau nonton tv. Jika kesibukan sudah berlalu, datangilah anak anda dan tanyakan dengan lembut bantuan apa yang mereka perlukan.
3. Jangan katakan “Jangan Menangis!” Ketika anak-anak menangis atau bersedih ketika bertengkar dengan teman-temannya. Tidak perlu untuk memarahi atau meminta anak-anak anda untuk tidak cengeng. Banyak anak yang mengalami hal tersebut, orang tua mengatakan pada mereka, “Jangan cengeng!”, “Jangan sedih!”, “Jangan takut!” Menurut seorang psikolog anak, Debbie Glasser, mengatakan kata-kata tersebut akan mengajarkan anak-anak bahwa perasaan sedih adalah sesuatu hal yang tidak umum, bahwa menangis bukanlah hal yang baik, padahal menangis adalah merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang setiap manusia miliki.
Untuk menanggapinya, akan lebih baik untuk meminta anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik, jangan dicontoh. Dengan memberikan penjelasan seperti itu orang tua telah memberikan mereka pelajaran empati. Anak-anak yang menangis akan segera menghentikan atau setidaknya mengurangi tangisan mereka.
4. Jangan Membanding-bandingkan Anak “Lihatlah temanmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga?” “Temanmu bisa menggambar dengan bagus, kenapa kamu tidak?” “Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!” Membanding-bandingkan hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan penilaian buruk dari perbandingan tersebut, sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.
Daripada membandingkan, orang tua sebaiknya membantu untuk menyelesaikan persoalannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara teman atau tetangganya yang seusia dengannya bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.
5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang! Biar kamu dihukum ayah” Adakalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anaknya sementara ayah tidak berada di rumah. Ketika anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai ayahnya yang akan menghukum nanti.
Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak menerima hukuman yang lebih dari seharusnya. Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka, sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan koreksilah dengan cara bijaksana melalui nasihat yang bijak.
6. Jangan Terlalu mudah dan berlebihan memberi pujian Memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Kamu Hebat! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.
Pujilah sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah “Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat nilai baik!” Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan mencontek ketika ujian.
7. Jangan Katakan “Kamu tidak pernah..” atau “Kamu Selalu..” Kalimat lain yang tidak perlu dilontarkan adalah "Kamu selalu...." atau "Kamu tidak pernah...". Kalimat tersebut kadang refleks diucapkan orangtua ketika merasa kesal dengan kebiasaan kurang baik yang sering dilakukan anaknya.
"Hati-hati, kedua kata-kata itu ada makna di dalamnya. Di dalam pernyataan "Kamu selalu..." dan "Kamu tidak pernah" adalah label yang bisa melekat selamanya di dalam diri anak," ujar Jenn Berman PhD, seorang psikoterapis.
Kedua pernyataan yang dilontarkan oleh orang tua tadi akan membentuk kepribadian anak. Anak-anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan terhadap dirinya.
Lebih baik bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, 'Ibu perhatikan kamu sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?'. Pernyataan seperti itu akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman.
8. Jangan katakan “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja!” Jangan katakan "Bukan begitu caranya. Sini, biar Ibu saja." Biasanya orangtua mengeluarkan pernyataan ini jika mereka meminta anak membantu sebuah pekerjaan, namun anak tidak melakukannya dengan benar.
Jenn Berman, PhD memberi saran "Ini sebuah kesalahan, karena anak menjadi tidak belajar bagaimana caranya. Daripada berkata demikian, lebih baik ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil ibu menjelaskan bagaimana cara melakukannya,".(ummi) Rujukan : Website